Katanya beberapa tahun ke depan Jakarta akan mengalami kelumpuhan. Lumpuh yang saya tahu artinya tidak bisa berjalan. Sebenarnya yang lumpuh bukan Jakarta-nya tapi kendaraan-kendaraan yang melintasi jalan-jalan di Jakarta karena sudah tak ada ruang lagi yang dapat dilalui. Akibatnya seluruh aktifitas yang dilakukan warga Jakarta akan terhenti karena mobilitas amat sangat lambat. Bayangkan kalau seluruh aktifitas hanya bisa dilakukan secara manual alias jalan kaki karena kendaraan yang tak dapat dijalankan?
Untuk mengatasi masalah kelumpuhan di Jakarta para pemimpin yang mengaku sebagai ahlinya Jakarta telah melakukan berbagai kebijakan sebagai solusi untuk menangani kemacetan yang kian parah agar kelumpuhan yang diprediksikan tak terjadi. Mulai dari busway, subway, blueline, dan monorel. Dari beberapa jenis transportasi massal tersebut hanya busway yang tergolong berhasil dan masih eksis. Yang lainnya au ah…
Kalau menurut saya yang orang kecil, penyebab utama kemacetan adalah kendaraan pribadi yang jumlah sudah melewati ambang batas dibandingkan dengan penambahan ruas jalan. Kendaraan pribadi hanya mampu memuat 5 hingga 10 penumpang bila memuat penuh. Sedangkan kenyataannya tak semua kendaraan yang melintas di Jakarta memuat penumpang sebanyak itu. Bahkan lebih banyak yang memuat 1 hingga 5 penumpang.
Yang jadi pertanyaan mengapa pemilik kendaraan pribadi enggan menggunakan angkutan massal? Saya akan gampang menjawabnya karena saya mengalami setiap hari. Naik angkutan massal itu lebih disebabkan keterpaksaan karena murah bagi orang kecil yang tak punya banyak duit seperti saya. Ya namanya juga murah ya saya harus terima fasilitas apa adanya. Panas, asap kendaraan, naik-turun di sembarang tempat, kebut-kebutan sesama angkutan karena berebut penumpang, ngerem mendadak, memotong jalur untuk mempercepat waktu dan menghindari macet tanpa menghiraukan keselamatan penumpang, nyelonong di pintu rel kereta dan lampu merah, copet-copet yang meresahkan penumpang, dan paling bikin kesal adalah penumpang diturunkan sebelum sampai di tempat tujuan. Orang yang punya kendaraan pribadi mana mau mengalami kesengsaraan seperti itu? Mendingan beli kendaraan pribadi bisa lebih nyaman dan aman.
Saya yakin, sebenarnya pemerintah mengerti dengan baik akan ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang telah saya sebutkan di atas. Maka sebagai orang kecil saya mengusulkan perlunya dipenuhi kenyamanan dan keamanan yang biasa dirasakan oleh para pemilik kendaraan pribadi. Caranya?
Begini, setiap angkutan massal mulai dari angkot, metromini dan sejenisnya, dan bus kota di wajibkan menggunakan ac. Sopirnya harus benar-benarnya orang yang disiplin sehingga tidak akan melanggar peraturan lalulintas. Setiap kendaraan harus dijaga petugas keamanan seorang untuk angkot dan metromini atau sejenisnya, 2 orang untuk bus kota seorang di bagian depan lainya di belakang. Cukup nyaman dan aman, bukan? Dengan begitu diharapkan para pemilik kendaraan pribadi akan beralih menggunakan angkutan massal, dan meninggalkan kendaraan-kendaraan mereka di rumah.
Peningkatan layanan tersebut sudah barang tentu akan menimbulkan biaya operasional tinggi bagi penyedia angkutan massal dan untuk menutupinya tentu dengan menaikkan tarif, akibatnya penumpang yang terkena dampaknya. Bagi yang berduit itu tak jadi masalah. Nah bagi yang berpenghasilan rendah bagaimana?
Kini, sebagai orang yang tak punya banyak uang saya mengusulkan perlunya dinaikkan upah minimum regional (umr). Hehehe… Kenapa umr perlu dinaikkan? Karena umr yang saat ini berlaku sudah tak dapat menutupi biaya hidup minimal di Jakarta dengan kata lain umr sekarang tergolong rendah. Hitung-hitungannya begini, makan 3 kali 5000 selama sebulan 450000, kost sebulan 250000, transportasi pergi-pulang 4000 - 8000 sebulan rata-rata 180000, biaya sanitasi dan lain-lain 150000. Sampai di sini sudah mencapai 1.030.000. Lalu untuk biaya sekolah anak, biaya berobat bila sakit, dan biaya lain yang perlu? Kalau harus menambah pengeluaran untuk transportasi pasti akan memberatkan warga.
Kembali ke masalah angkutan massal. Jadi agar warga yang berpenghasilan rendah bisa menggunakan angkutan massal yang telah dibuat nyaman dan aman, pemerintah DKI perlu mengeluarkan perda yang mewajibkan para pengusaha untuk menaikkan umr di komponen transportasi. Saya yakin di pemda banyak ahli yang mahir mengkalkulasikan besarnya komponen transportasi pada umr.
Pada akhirnya semua pengguna rutin angkutan massal akan berbaur dengan para pemilik kendaraan pribadi yang telah beralih ke angkutan massal yang telah nyaman dan aman. Kendaraan pribadi ditinggalkan dan tidak lagi digunakan pada hari kerja oleh para pemiliknya. Tentu ini akan mengurangi volume kendaraan di jalan-jalan ibukota secara signifikan. Dampaknya Jakarta akan bebas macet apalagi lumpuh total. Gampang kan? Kalau mengusulkan ya memang gampang. Ya namanya juga usul, ya yang gampang-gampang. Itu saja belum tentu gampang dilaksanakan, apalagi usul yang sulit.
Membingungkan kan usul saya? Saya sendiri juga bingung. Tapi siapa tahu orang pemda ada yang baca usul saya ini lalu mewacanakannya di lingkungan pemda. Kalau direalisasikan kan saya ikut senang sebab penghasilan saya juga naik. Hehehe…
-o0o-
Jakarta, 18 Oktober 2010
Tulisan ini telah diposkan di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar