Penunjuk

Rabu, 16 Februari 2011

Mengapa Belum Ada Koruptor Dihukum Mati di Indonesia

   Pertanyaan yang saya jadikan judul amat mudah dijawab. Jawabannya karena setiap koruptor sudah bisa dipastikan akan menjerat banyak aparat penegak hukum dengan menggunakan hasil korupsinya sebelum dirinya terjerat hukum.
   Untuk mengamankan dan menyamankan dirinya, biasanya seorang koruptor akan ‘berbagi hasil’ dengan para aparat yang akan bersinggungan dengannya. Mulai dari polisi, jaksa, dan hakim. Ini sebenarnya semacam kiat agar kelak bila dirinya tertangkap hingga menjadi terdakwa, ia dapat memanfaatkan rasa hutang budi para aparat yang ikut merasakan uang hasil korupsi.
    Para oknum polisi, jaksa, dan hakim akan bekerja sama agar dalam persidangan koruptor tersebut dihukum ringan atau bahkan diputus bebas. Para oknum polisi biasanya akan menjerat koruptor tersebut dengan pasal yang menimbulkan dakwaan para oknum jaksa menjadi kabur, kemudian para oknum hakim akan kesulitan memutuskan vonis sehingga yang terjadi si koruptor divonis ringan atau bahkan bebas.
    Para oknum polisi, jaksa, dan hakim merasa sangat khawatir akan nyanyian si koruptor dalam persidangan bila ia dituntut hukuman mati. Karenanya mereka akan bahu-membahu untuk mengatasi nyanyian tersebut. Dalam hal ini contoh yang paling aktual adalah pada persidangan kasus Gayus di pengadilan negeri Tangerang yang menvonis bebas Gayus.
    Jadi meskipun dampak dari korupsi lebih sistemik daripada teroris dan narkoba tapi sampai saat ini belum ada satupun pelaku korupsi di Indonesia yang dihukum mati walaupun nilai korupsinya amat fantastik. Padahal bila ditinjau lebih jauh, korupsi lebih terencana ketimbang pembunuhan berencana atau sama terencananya dengan aksi teroris dan peredaran narkoba. Korupsi juga menimbulkan dampak menyengsarakan  dan bahkan mematikan seperti halnya teroris dan narkoba.
    Sebab lain tidak adanya koruptor yang dihukum mati di Indonesia adalah masih minimnya jumlah aparat penegak hukum yang punya keberanian dalam pemberantasan korupsi. Mereka tak berdaya menghadapi tekanan-tekanan di institusinya masing-masing sehingga mereka selalu kalah dalam memperjuangkan keyakinan dan argumen-argumennya demi menghukum mati koruptor karena kekuatan yang tak seimbang.
    Menghukum mati koruptor di Indonesia sepertinya masih menjadi sebuah mimpi.

Jakarta, 15 Desember 2010

Tulisan ini telah diposkan di Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...