Mata kita sudah amat sering disodori pemandangan yang memalukan, menakutkan, berdarah-darah, dan memilukan dengan vulgar. Perselisihan. Banyak pintu untuk bisa masuk ke pemandangan seperti itu. Televisi, internet, dan media cetak. Setiap hari setiap saat.
Dengan corak yang berbeda, di kompasiana pun sering dijumpai persilihan yang lumayan vulgar. Baik berupa artikel maupun komentar. Ada yang menulis bertujuan untuk menyerang. Untuk memancing perdebatan urat dalam kata-kata. Bahkan berkomentar untuk memancing kemarahan padahal artikel yang dikomentari tak mengarah ke sana. Dan lebih memiriskan yakni mencoba mengemukakan kelemahan dan kejelekan agama. Sehingga yang terbaca adalah komentar-komentar yang jauh dari tata krama.
Mengapa kita tak bosan menciptakan perselisihan padahal tak ada manfaat apapun yang bisa diambil dari perselisihan? Tak teriritasikah mata kita? Ataukah sudah hilang rasa persaudaraan kita? Atau harus menunggu bencana agar persaudaraan kembali dieratkan seperti yang sudah sering kita alami?
Kita telah ‘hidup’ serumah di kompasiana. Saat awal kita menjadi penghuni kita sering saling menyapa hangat membuat kita merasakan semangat baru. Kita masuk ke rumah ini tentu dengan tujuan baik. Ingin berbagi ilmu, belajar, dan menciptakan persaudaraan lewat tulisan. Haruskah semua itu tercemari oleh ambisi sesaat? Ingin muncul di headline, terpopuler, tertinggi, terbanyak.
Menjadi nomor satu memang penting tapi lebih penting adalah caranya. Di rumah ini yang kita perlukan adalah kerendahan hati dan saling menghargai. Sebab kita semua mempunyai kelebihan dan kekurangan, juga kelemahan dan kekuatan. Kita seyogyanya saling melengkapi agar tercipta keharmonisan di dalam ‘rumah tangga’ kompasiana.
Bawalah semua yang positif ke dalam rumah kita ini. Bila negatif jangan bawa ke sini.
-o0o-
Jakarta, 22 November 2010Tulisan ini telah diposkan di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar